Pendiri Teater Payung Hitam Soroti Tegalega Yang Minim Optimalisasi Potensi Budaya

0
Dr.Rachman Sabur beserta Antha Founder Bandung Selatan
Dr.Rachman Sabur beserta Antha Founder Bandung Selatan

Kota Bandung merupakan kota terpadat kedua di Indonesia setelah Jakarta dengan kepadatan mencapai 15.051 jiwa/km.

Kota ini juga merupakan sebuah kota sekaligus menjadi ibu kota provinsi di Provinsi Jawa Barat, Indonesia.

Kota yang dikenal sebagai kota jasa ini merupakan kota terbesar keempat di Indonesia, setelah Jakarta, Kota Surabaya, dan Kota Medan. Dengan peringkat kota yang cukup prestis tentunya kota Bandung berpotensi besar untuk maju dan sukses selain kota dan kabupaten lainnya.

Namun, siapa nyana jika kota Bandung yang dilihat orang sebagai kota jasa yang menarik dikunjungi, menyimpan “ketidakmerataan” perlakuan dalam pembangunannya. Ini seperti dituturkan oleh “curhatan” seorang tokoh seniman di Bandung Selatan, yang juga sebagai Ketua/ Pendiri Teater Payung Hitam di Bandung sejak tahun 1982.

Dr. Rachman Sabur seorang seniman kelas dunia yang telah malang melintang di dunia teater di Asia, Amerika dan Eropa yang juga menyenangi  penulisan esai, pertunjukan, akademisi dan lainnya melihat ada yang kurang “perhatian” terhadap pembenahan dan pemerataan pembangunan di Bandung Selatan tidak seperti halnya di Bandung Utara atau Pusat Bandung.

“Bandung Selatan ini sebetulnya kalau yang saya lihat selama ini, kalau dibandingkan dengan Bandung Utara, apalagi. Bandung Selatan menjadi termarginalkan, baik untuk program-program pemerintah, apakah itu melalui walikota atau gubernur, yang saya lihat, Bandung Selatan itu banyak sekali menyimpan potensi,” ungkap Dr. Rachman Sabur, Jumat (13/09/24).

“Sumber daya manusia di Bandung Selatan itu banyak, tetapi pemerintah itu lebih banyak melihatnya  itu ke Utara dari sisi fasilitas dan lain-lainnya itu. Padahal, jika mau real, potensi di Bandung Selatan itu besar, sumber daya manusianya sangat luar biasa.  Contoh, saya memiliki komunitas Teater Payung Hitam yang sudah 43 tahun hingga sekarang masih bisa survive seperti itu. Dan Teater Payung Hitam ini justru berangkat dari pengembangan akar tradisi Jawa Barat,” ungkap Dr. Rachman.

Dr. Rachman menerangkan bahwa Teater Payung Hitam yang dibinanya selama ini sering mendapatkan undangan seni pertunjukan di festival-festival di luar Indonesia atau Internasional seperti Eropa, Amerika dan Jepang.

Menurutnya, berkenaan dengan seni pertunjukan, mereka mau melihat itu bukan seninya melainkan kebudayaannya dan skupnya jauh lebih besar.

Dan Dr. Rachman pun mengatakan bahwa ia melakukan proses kreatifnya dengan komunitasnya di Payung Hitam, hal itu justru mengembangkan spirit tradisi Jawa Barat ke luar negeri. Namun, sayangnya apa yang ia lakukan tidak ada feed back dari pemerintah. Bahkan, feed back pemerintah sangat-sangat minim. Padahal, dinas pariwisata (dispar) yang ada, tidak hanya dispar kota Bandung tetapi dispar Jawa Barat pun kurang mendukung.

“Saya sebetulnya alergi dengan adanya dinas pariwisata baik kota ataupun propinsi disebabkan pengelolaan budayanya pun tidak jelas. Untuk mengelola instrument-instrumen kebudayaan, itu memang harus ditangani oleh orang-orang yang mengerti tentang kebudayaan,” tegas Dr. Rachman.

“Sementara, kalau yang menangani kebudayaan kita kan sebaliknya, mereka bisa punya jabatan karena dukungan politik dan birokrasi, asn dan sebagainya. Dan itu persoalan menurut saya,” imbuhnya.

Dr. Rachman pun menyinggung perihal pendidikan kesenian perguruan tinggi seperti Asti, STSI yang sekarang berubah menjadi ISBI, bagaimana dengan pengembangan-pengembangan  lembaga kesenian ini, tanyanya. Masih mending jika pengembangan tersebut jalan di tempat, tetapi hasil yang ada malah jalan “mundur”.

Dr. Rachman pun berharap sekali dengan adanya pilkada sekarang baik itu pemilihan walikota atau gubernurnya membuat Bandung dan Jawa Barat ada perubahan. Ia beralasan karena selama ini jika mau jujur, kendala perubahan ini ada di perpolitikan.

Ia juga menuturkan bahwa harapannya dengan pengembangan seni dan budaya di Bandung Selatan adalah menjadikan Tegalega sebagai pusat kebudayaan Bandung.

“Saya pun sempat berbincang dengan Arfi, calon walikota dan membawakan puisi dihadapannya, artinya, ini lah yang harus kita sadari betul bahwa betapa pentingnya para calon walikota itu untuk meraih, bahkan mungkin Bandung Selatan itu harus jadi prioritas dibanding yang lain,” pungkas Dr. Rachman menutup pembicaraan.