Komunitas Bandung Heritage khawatir, Perda Cagar Budaya No 6 Tahun 2025, Hancurkan Bangunan Heritage !!

0
Komunitas Bandung Heritage rutin mengadakan diskusi bulanan

BANDUNG PENTAS TV,  Perubahan aturan atau regulasi yang terkaitan dengan perlindungan cagar budaya di Kota Bandung memicu kekhawatiran komunitas pelestari budaya dan pemerhati warisan arsitektur kota. Dengan disahkannya Peraturan Daerah (Perda) No. 6 Tahun 2025 yang merevisi Perda sebelumnya, yaitu No. 7 Tahun 2018 tentang Pelestarian Cagar Budaya.

Dalam pertemuan bulanan Bandung Heritage yang digelar pada Kamis malam akhir Juli lalu, sejumlah tokoh dan pegiat pelestarian budaya menyampaikan keprihatinan mendalam atas adanya penghapusan ribuan cagar budaya dari daftar resmi yang telah di revisi dalam perda terbaru tersebut. Pertemuan rutin yang diselenggarakan setiap bulan ini, kali ini mengangkat tema mengenai eksistensi kawasan Pecinan dan warisan budaya etnis Tionghoa di Bandung, yang diakan terdampak dari perubahan regulasi tersebut, bila disahkan dan tidak bisa di kembalikan ke perda sebelumnya.

Aji Bimarsono, Ketua Bandung Heritage mengungkapkan, bahwa kawasan Pecinan, disekitar Pasar Baru bagian penting perjalanan sejarah dan ekonomi Kota Bandung. Dengan berkembanganya zaman, pengrusakan bahkan pembongkaran bangunan-bangunan tua semakin marak terjadi diataranya untuk mendukung kepentingan komersil. Aji menambahkan “Kami khawatir jika regulasi tidak lagi kuat menopang perlindungan warisan budaya, maka yang tersisa akan habis, tergerus modernisasi dan komersialisasi” ujarnya, Jumat (01/08/2025).

Kekhawatiran muncul saat lampiran daftar bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya tidak lagi tercantum secara spesifik dalam Perda No. 6 Tahun 2025. “Ini akan berpotensi kekosongan hukum. maka berpotensi dirusak atau dialihfungsikan secara semena-mena sangat besar,” tambahnya.

Pada Perda Sebelumnya, yaitu Perda No. 7 Tahun 2018, terdapat beberapa klasifikasi cagar budaya menjadi tiga golongan — A, B, dan C — yang masing-masing berhak atas insentif berupa pemotongan pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga 70 persen. Dengan hilangnya klasifikasi ini dalam perda terbaru, menimbulkan pertanyaan besar mengenai kelanjutan skema berupa insentif tersebut. “Ini tidak hanya membingungkan pemilik bangunan, tapi juga bisa melemahkan semangat pelestarian karena tak ada lagi kepastian insentif yang menjadi pemicu utama,” jelasnya.

Di tempat yang sama Tubagus Adhi Ketua Bidang Jaringan dan Kerja Sama Bandung Heritage turut menyampaikan kritik dan saran atas dibuatnya revisi perda yang dianggap tergesa-gesa dan tidak partisipatif. Adhi menilai bahwa dari total sekitar 1.770 bangunan dan objek yang sebelumnya masuk dalam daftar cagar budaya, hanya sekitar 300-an yang kini masih diakui keberadaannya secara hukum. Mayoritas dari yang tersisa adalah bangunan milik pemerintah, sementara rumah-rumah tinggal milik masyarakat — yang banyak termasuk dalam kategori B dan C — terancam kehilangan status perlindungannya.

“Kami merasa seperti kehilangan hak-hak yang sudah kami perjuangkan. Banyak pemilik bangunan cagar budaya sebagai warga biasa dengan penuh komitmen mempertahankan kondisi bangunannya untuk ditinggali. Tetapi mereka justru kini seperti diabaikan oleh kebijakan baru,” ucapnya dengan nada prihatin.

Adhi menambahkan bahwa Kota Bandung memiliki karakteristik yang unik dalam hal pelestarian cagar budaya, sehingga pendekatan yang digunakan seharusnya bersifat kontekstual, bukan sekadar mengikuti kerangka regulasi nasional. “Bandung punya sejarah panjang dan ciri khas dalam arsitekturnya. Ketika Jogja dikenal dengan keratonnya, Bandung dikenal dengan bangunan-bangunan bersejarahnya,” ujarnya, Adhi menekankan pentingnya pelestarian yang berpihak pada identitas lokal.

Komunitas Bandung Heritage menegaskan bahwa langkah Pemerintah Kota Bandung dalam menghapus ribuan objek dari daftar resmi tanpa mekanisme pengklasifikasian ulang sangat merugikan cagar budaya terutama banguna-bangunan tua peninggalan Belanda. Mereka berharap ada niat baik dari pemerintah dan DPRD Kota Bandung untuk meninjau kembali perda tersebut dengan melibatkan komunitas pelestari, akademisi, serta pemilik bangunan yang terdampak.

Cagar budaya bukan hanya tentang benda mati. Ia merepresentasikan nilai sejarah, budaya, dan identitas kolektif. Pemerintah seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindunginya, bukan malah menghapusnya secara sistemik.

Pertemuan bualana Komunitas Bandung Heritage di tutup dengan ajakan kepada semua pihak, terutama warga kota Bandung, untuk lebih peduli terhadap nasib cagar budaya agar keberadaan warisan budaya tetap lestari di tengah gempuran pembangunan. (GIH)