Betulkah Percepatan Digitalisasi Transformasi Terkendala Mindset Orang-Orang? Ini Penjelasannya.

0
Ir.Alexander Ludi, MBA, anggota Dewan Transportasi Digital Industri of Indonesia (WANTRI)
Ir.Alexander Ludi, MBA, anggota Dewan Transportasi Digital Industri of Indonesia (WANTRI)

Pengembangan dan implementasi inisiatif smart city di seluruh Indonesia merupakan langkah strategis dalam mencapai tujuan nasional untuk membangun 100 kota pintar pada tahun 2045 dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2060.

Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, seperti urbanisasi yang cepat, perubahan iklim, dan kebutuhan akan infrastruktur yang berkelanjutan, transformasi menuju kota pintar menjadi imperatif.

Dan kebutuhan untuk  fokus pada pemanfaatan teknologi guna meningkatkan kualitas hidup, efisiensi penggunaan sumber daya, dan pengurangan emisi karbon, sebagai Upaya untuk menuju kota pintar diharapkan dapat menginspirasi perubahan positif yang signifikan dalam arah pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

“Kita Indonesia itu suka membuat “titik” tapi tidak terkoneksi. Sukanya buat dot (titik) dot banyak tapi terkoneksi. Dan ini juga yang membuat Pak Jokowi, “marah” karena ada 27.000 aplikasi dengan dana anggaran 7 triliun lebih. Inilah yang saya maksud the dot tadi, aplikasinya dibuat tapi tidak terkoneksi,” ungkap Ir.Alexander Ludi, MBA, anggota Dewan Transportasi Digital Industri of Indonesia (WANTRI) di bawah inisiasi kementrian Industri, Rabu (05708/2024).  

“Kebetulan WANTRI itu adalah semacam penasihat untuk staff di kementrian Industri yang sifatnya itu mengakselerasi transformasi digital di industri. Pada dasarnya digital transformasi di dalam pelayanan umum itu bertujuan untuk menyediakan percepatan, kemudahan, transparansi, partisipasi dan pelayanan public yang akuntabel,” ulas Alex.

Alex mengungkapkan bahwa tugas WANTRI terutama di lingkungan Industri adalah seperti yang Presiden Jokowi katakan pada tahun 2018 untuk terealisasinya making industry 4.0. Akan tetapi, mengapa pada kenyataannya jalannya begitu lambat.

Ia menuturkan dengan alasan kelambatan tersebut maka perlu dibentuk Inovation Hub, seperti yang dicontohkan pada daerah Kebayoran Lama yang merupakan satu-satunya Inovation Hub Dimana bangunan 8 lantai tersebut, ada start up ekosistemnya/entrepreneur, ada investor juga, incubator accelerator, ada perusahaannya, ada innovation mallnya, juga show case dari teknologi start up entreprisenya.

Anggota WANTRI ini pun memaparkan dengan adanya inovasi hub seperti di Kebayouran Lama, di lantai 7 pada Gedung tersebut ada staf-staf kementrian Industri sehingga begitu ada start up melakukan suatu inovasi baru, dia bisa berdiskusi dengan rekannya di kementrian untuk, misalnya berdiskusi mengenai regulasi.

“Ini kondisi yang luar biasa, belum lagi di lantai 5 ada training room, lantai 4 punya lab. Lalu ada manufacturing,  robotic lab, dan sekarang mendapatkan beberapa potensial dari politeknik kementrian Perindustrian itu sebanyak 15 putra putri Indonesia yang bisa berangkat ke Lion Perancis bulan Oktober 2024  ini untuk lomba,” jelas Alex.

Alex mengatakan belum lagi adanya dukungan data centre pada Gedung tersebut,  ada internasional data officenya dan miniplate di lantai bawah di Gedung tersebut.

Ia menuturkan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah ini sungguh luarbiasa. Namun, di dalam konsep digital transformasi ini dikenal yang Namanya people process dan technology, kendala yang paling mengemuka adalah mindset orang-orangnya karena digital mindset itu lebih kepada pendekatan revolusioner.

“Sementara bila berkaitan dengan teknologi, itu bisa didapat bukan teknologi karena teknologi itu sudah bisa didapat dari Istambul, EVREADY, ataupun start-startu up yang telah terbukti hasilnya. Dan prosesnya tidak ada kendala, tetapi pola pikir digitallah yang jadi kendala utama. Dan jadi tantangan bersama di bangsa ini,”seru Alex.

“Namun demikian, kita tidak akan berkecil hati dan kita terus berkoneksi dengan kementrian lain dan teman-teman lain yang berada di ekosistem seperti tadi yang dikatan investor, start-upnya, incubator akseleratornya. Karena, di ekosistem yang sudah terdevelop, itu memang ekosistemnya sudah terbentuk bagus,” imbuh Alex.

Alex pun menginformasikan bagaimana ketika dirinya masih bekerja di Zuric,Switzerland techno park yang mirip dengan di 4.0. Dari 250 perusahaan yang berkompetisi di sana, ketika bertemu dalam pertemuan makan pagi, siang atau malam, diantara mereka terjadi saling sharing/brain storming. Walaupun mereka berkompetisi tetapi saling bertukar informasi. Sementara untuk start up di Indonesia, sikap saling bersinergi itu masih sulit terbina. Dan start up di Zuric tidak memiliki “pemikiran” seperti di Indonesia karena mereka memiliki metodenya masing-masing.