PENTAS.TV – BANDUNG, Meski perekonomian global mengalami beragam dinamika, di antaranya terjadinya trade war antara Amerika Serikat (AS) dan China, hal itu tidak menyebabkan keseksian Indonesia bagi para pelaku industri otomotif berkurang.
Buktinya, Kementerian Investasi dan Hilirisasi menyatakan bahwa banyak produsen otomotif yang tetap menempatkan Indonesia sebagai pasar potensial.
Bahkan, seiring dengan berkembangnya model elektrifikasi atau Electric Vehicle (EV), sejumlah produsen kendaraan elektrik berinvestasi dan mengaktifkan manufakturnya di tanah air.
Melansir beberapa sumber, Rosan Roeslani, Menteri Investasi dan Hilirisasi, mengatakan, selama periode 2024-Maret 2025, sebanyak ujuh produsen EV berinvestasi di negara yang potensi perekonomiannya terakbar di Asia Tenggara ini.
“Ada sekitar tujuh produsen otomotif berinvestasi di Indonesia selama 2024-Maret 2025. Total nominalnya sangat masif, yakni Rp15,4 triliun,” tandas Rosan Roeslani.
Beberapa di antara ketujuh produsen EV itu, lanjutnya, sudah memulai aktivitas pembangunan manufakturnya.
Yakni, sebutnya, Build Your Dream Automobile Ltd, CItroen SA, Guangzhou Automobile Company (GAC) AION New Automobile Company Ltd (AION), Geely Automobile, Maxus, Volkswagen AG, dan brand EV yang dinaungi produsen otomotif Vietnam, Vingroup yaitu VinFast.
Rosan Roeslani mengemukakan, secara kumulatif, kapasitas produksi manufaktur-manufaktur ketujuh produsen otomotif itu berjumlah sekitar 280 ribu unit per tahun.
Melihat hal ini, dia berpendapat, bagi para produsen otomotif, khususnya EV, Indonesia termasuk pasar nan seksi. Selain itu, lanjutnya, juga sebagai titik tepat untuk berinvestasi.
Ada hal yang kemungkinan, lanjutnya, menjadi bahan pertimbangan ketujuh produsen otomotif tersebut berinvestasi di Bumi Khatulistiwa.
Di antaranya, ekosistem dan industry chain EV, khususnya bahan baku baterai yaitu pertambangan nikel. Termasuk, ucapnya, ekosistem anoda, battery cell, katoda, dan daur ulang baterai.
Saat ini, sembilan produsen EV. Lalu, kata dia, ada tujuh infrastruktur untuk memproduksi bus elektrik. Jumlah itu, sahutnya, belum termasuk 63 manufaktur kendaraan elektrik roda dua dan roda tiga.
Apabila mengacu pada data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), tambahnya, manufaktur EV sanggup memproduksi sekitar 70 ribu unit per tahun.
“Kapasitas manufaktur bus elektrik berjumlah sekitar 3.100 unit per tahun. Sedangkan kemampuan produksi kendaraan roda dua dan roda tiga elektrik berjumlah sekitar 2,28 juta unit per tahun,” paparnya.
Informasi Kemenperin, ada sejumlah produsen otomotif yang melakukan penjajakan investasi di Indonesia. Kabarnya, mereka berkeinginan membangun manufaktur untuk memproduksi EV beserta baterainya.
Ketertarikan produsen-produsen otomotif berinvestasi di tanah air tersebut sebagai efek mahalnya tarif impor yang diterapkan Presiden AS. Donald Trump.
Kabar positif Kemenperin berikutnya, yakni semakin bergeliatnya pasar kendaraan elektrik berbasis baterai alias Battery Electric Vehicle (BEV).
Indikatornya, dua tahun silam, tepatnya 2023, pasar BEV di Indonesia beradapa pada level 1,7 persen. Tahun lalu (2024), bertambah besar menjadi 4,9 persen.
Soal varian elektrifikasi, Kemenperin mengabarkan, di Indonesia, model Hybrid Electric Vehicle (HEV) masih mendominasi. Tahun lalu, secara kumulatif, volume penjualan HEV lebih banyak daripada BEV. Yakni, sebanyak 55.730 unit berbanding dengan 43.194 unit. (win/*)