Kecelakaan pada Perlintasan Sebidang Masih Marak, Bos KAI Bilang Begini

0
Seorang petugas mencegah para pengendara menerobos perlintasan sebidang ketika kereta melaju. (Instagram)

PENTAS.TV – BANDUNG, Hingga kini, kasus kecelakaan yang melibatkan kereta dengan kendaraan dan orang, terutama pada perlintasan sebidang, masih kerap terjadi di berbagai daerah.

Banyak faktor yang menyebabkan tetap maraknya kasus kecelakaan tersebut. Antara lain, masih banyaknya masyarakat, baik pejalan kaki maupun pengendara yang bandel atau mengabaikan peraturan perkeretaan.

Padahal, Undang Undang (UU) 23/2007, secara tegas menyatakan bahwa seluruh pengguna jalan wajib memprioritaskan perjalanan kereta.

Apabila pejalan kaki atau pengendara tetap bersikap konyol dan nekat menerobos perlintasan sebidang saat palang pintu tertutup karena kereta melaju, akibatnya sangat fatal.

Apabila terjadi peelanggaran, UU 23/2007 menyatakan, setiap pelanggar sangat berpotensi terkena sanksi. Bentuknya, pidana penjara selama tiga bulan atau denda maksimal Rp 15 juta.

Masih maraknya kasus kecelakaan, utamanya pada perlintasan sebidang, membuat The Big Boss PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) turut berkomentar.

Didiek Hartantyo, Direktur Utama PT KAI (Persero), menyatakan, agar kecelakaan yang melibatkan kereta dengan pejalan kaki dan pengendara terantisipasi sekaligus terminimalisir, idealnya, ada perubahan pada perlintasan sebidang.

“Perlintasan sebidang harus berubah menjadi perlintasan tidak sebidang,” tegas Didiek Hartantyo, kepada media.

Perubahan itu, jelas dia, agar keselamatan masyarakat, baik pejalan kaki maupun pengendara lebih terjamin. Terlebih, sahutnya, frekuensi lalu lintas dan perjalanan kereta semakin padat.

Didiek Hartantyo mengatakan, ada beberapa jenis bentuk yang bisa menjadi opsi perubahan perlintasan sebidang menjadi perlintasan tidak sebidang tersebut. Yakni, melalui pola fly over (jalan layang) atau underpass, seperti ruas jalan Viaduct di Kota Bandung.

Berdasarkan UU 22/2007 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pihak yang paling berwenang mengenai perlintasan sebidang adalah pemerintah.

Apabila lokasi Perlintasan sebidang terletak pada ruas jalan nasional, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang paling berwenang.

“Lalu, jika perlintasan sebidang terletak pada jalan, tentunya pemerintah provinsi (Pemprov) yang berkewenangan. Sedangkan apabila letaknya pada ruas jalan kota-kabupaten, otomatis , pemerintah kota-kabupaten yang berkewenangan,” paparnya.

Anne Purba, Vice President Public Relations PT KAI (Persero), menambahkan, demi keselamatan para pengendara termasuk pejalan kaki, pada triwulan I 2025, pihaknya menginjeksi mati 74 titik perlintasan sebidang.

Penutupan puluhan perlintasan sebidang itu, jelasnya, mengacu pada Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 94/2018 .

Suksesor Joni Martinus, yang kini menjadi Vice President Corporate Secretary PT KAI (Persero) Commuter Line Indonesia (KCI), tersebut melanjutkan, pihaknya mendata, bahwa hingga kini, secara total, terdapat 3.693 titik perlintasan sebidang.

Komposisinya, imbuh Anne Purba, sebanyak 50,98 persen atau sebanyak 1.883 titik merupakan perlintasan sebidang yang dijaga petugas.

“Sisanya, sebanyak 1.810 titik merupakan perlintasan sebidang tidak dijaga petugas,” pungkasnya. (win)