PENTAS.TV – BANDUNG, Masih lemahnya disiplin plus kekurangpatuhan masyarakat pada peraturan, termasuk perkeretaan, termasuk faktor penyebab masih maraknya kecelakaan lalu lintas, termasuk perlintasan sebidang.
Di Wilayah 2 Bandung, PT Kereta Api Indonesia KAI Persero Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung mencatat bahwa selama selama 2025, di wilayah kerjanya, terjadi enam kasus kecelakaan kereta pada perlintasan sebidang.
Kuswardoyo, Manager Hubungan Masyarakat (Humas) PT KAI (Persero) Daop 2 Bandung, berpendapat, terjadinya kecelakaan pada perlintasan sebidang, di antaranya, akibat masih banyak masyarakat yang bandel dan tidak patuh peraturan perkeretaan.
Misalnya, menerobos pintu perlintasan sebidang yang sudah menutup karena kereta melaju. Selain itu, masih banyaknya masyarakat yang beraktivitas pada areal sekitar jalur kereta.
Padahal, lanjut mantan Manager Humas PT KAI Persero Daop 3 Cirebon itu, berkali-kali PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero), pihaknya mewanti-wanti masyarakat agar mematuhi peraturan perkeretaan.
Bahkan, tegas dia, pihaknya pun mengultimatum masyarakat, bahwa ada sanksi bagi yang melanggar regulasi perkeretaan. Sanksi itu, ujarnya, berdasarkan Undang Undang (UU) 23/2007.
Di antaranya, ujar dia, sanksi pidana penjara selama 3 bulan atau denda maksimal Rp15 juta. Sanksi itu berdasarkan Undang Undang (UU) 23/2007.
Karenanya, bersama pemerintah setempat dan hasil koordinasi dengan stakeholder lainnya, ungkap Kus, sapaan akrabnya, selama Januari-Mei 2025, pihaknya menutup titik 13 persimpangan sebidang liar.
“Penutupan itu merupakan upaya kami demi keselamatan bersama, terutama agar seluruh perjalanan kereta aman, lancar, dan nyaman,” tandasnya.
Pria yang pernah menjabat Manager Public Relations Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) ini menambahkan, di wilayah kerjanya, secara total, terdapat 350 titik perlintasan sebidang.
Sebanyak 318 titik merupakan perlintasan sebidang berizin alias resmi. Sisanya, lanjut Kus, adalah perlintasan sebidang tidak berizin atau liar .
Lalu, adakah rencana PT KAI (Persero) Daop 2 Bandung untuk menon-aktifkan ke-32 perlintasan sebidang liar tersebut?
Kus mengatakan, sejatinya, persoalan perlintasan sebidang, berdasarkan UU 23/2007, merupakan ranah dan tanggung jawab pemerintah.
“Apabila perlintasan sebidang itu berlokasi pada ruas jalan nasional, pihak yang paling berwenang adalah DJKA (Direktorat Jenderal Perkeretaapian) Kemenhub (Kementerian Perhubungan),” jelasnya.
Jika perlintasan sebidang itu terletak pada jalan provinsi, sambungnya, yang paling berwenang yakni pemerintah provinsi (pemprov).
Sedangkan seandainya perlintasan sebidang tersebut berada pada ruas jalan kota-kabupaten, sahutnya, pihak yang berkewenangan adalah masing-masing pemerintah kota (pemkot) atau pemerintah kabupaten (pemkab).
Meski demikian, tegasnya, pihaknya siap untuk selalu berkoordinasi dan bekerja sama dengan seluruh stakeholder berkenaan dengan upaya penertiban perlintasan sebidang liar. (win)