MEGA PROYEK PLN CISOKAN DI BANDUNG BARAT DIGUGAT

0

Senin, 23 September 2024 digelar sidang gugatan pada PT. PLN di Pengadilan Negeri Bale Bandung, Jawa Barat. Pada sore itu dalam panggilan kedua nampak hadir dari kantor pengacara Roedy Wiranatakusumah dan rekan dan juga pihak tergugat dari PLN.

Pada sidang pertama pihak PLN tidak menghadiri panggilan sidang tersebut. Sidang dengan nomor perkara 214/Pdt.G/2024/PN Bld ini berkaitan dengan Proyek PLTA kebutuhan energi Jawa-Bali dengan kekuatan1.040 mega watt. Ini merupakan Proyek Strategis Nasional yang berlokasi di Kab.Bandung Barat, Jawa Barat dengan nilai hampir 1 billion USD yang merupakan pinjaman dari Bank Dunia.

Roedy melakukan gugatan perdata atas hak hukum kliennya, seorang petani miskin bernama Alit Holidah yang memiliki lahan seluas 1.575 m2 yang belum dibayarkan oleh pihak PLN sejak sebelum Covid 19.

Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Eka Ratnawidiastuti, S.H.M.Hum dan duduk sebagai tergugat adalah perwakilan dari PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Tengah berlokasi di Kota Bandung, dan turut tergugat Kepada Desa Sukaresmi, Kec.Rongga, Kab. Bandung Barat.

Pada proses sidang perdana tersebut hakim mendengarkan gugatan yang dilayangkan oleh kantor pengacara Roedy Wiranatakusumah dan Rekan yang dibacakan oleh Amdan Achda S.H.LLM dan Harles Silaban S.H.

Usai pembacaan gugatan perdata tersebut hakim meminta tanggapan dari perwakilan PLN yang hadir pada persidangan. Usai sidang, Roedy memaparkan
bahwa kasus ini banyak terjadi perbuatan melawan hukum yang melanggar keadilan serta kemanusian dengan kerugian material dan immaterial selama bertahun tahun.

“Yang kami inginkan adalah keadilan untuk klien kami atas tanah yang sudah dipakai PLN untuk keperluan negara dan rakyat”, ungkap Roedy.

Hal ini juga di garis bawahi oleh Amdan yang menyatakan bahwa permasalahan ini tidak seharusnya merugikan masyarakat mengingat sebagian lokasi tanah yang belum dibayarkan ganti ruginya tersebut merupakan bagian dari mata pencaharian yang tidak bisa dimanfaatkan karena status hukumnya menjadi tidak jelas.

Roedy meyakini kliennya berhak mendapatkan pergantian sesuai dengan hak hukum atas bukti-bukti dan produk hukum yang dikeluarkan oleh pihak PLN. “Perjuangan ini sebetulnya bukan hanya untuk Alit Holidah, namun ada sekitar 20 Kepala Keluarga lainnya yang bernasib sama dengan klien kami dalam proyek ini,” papar Roedy.

Pihaknya masih membuka peluang mediasi atas gugatan yang dilayangkan untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Sementara itu, utusan dari pihak PLN yang hadir dalam persidangan tidak berkomentar apapun saat ditanya media mengenai gugatan tersebut.