PENTAS.TV – BANDUNG, Pembiayaan perbankan memang elemen penting dalam perekonomian. Namun, tentunya, ada risiko yang ditanggung, baik perbankan maupun para debitur berkenaan dengan penyaluran kredit atau pembiayaan itu. Yakni, risiko kredit macet..
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jabar mengungkapkan, pada April 2025, ada beberapa kota-kabupaten di Tatar Pasundan yang nominal Non-Performing Loan (NPL) alias kredit macetnya bernilai paling masif.
“Ada lima kota-kabupaten di Jabar yang berkatagori memiliki nominal kredit macet paling besar,” tandas Darwisman, Kepala OJK Jabar, pada Media Update Ekonomi Jabar Triwulan II 2025, di Kantor OJK Jabar, Jalan Ir H Djuanda Bandung.
Nilai kredit macet terjumbo, beber pria berkemeja merah ini, yakni Kota Tasikmalaya. Angkanya, sebut dia, yaitu Rp1.083 triliun.
Lalu, kata dia, Kota Sukabumi. Di daerah ini, ujarnya, nominal kredit macet perbankan yakni Rp1.016 triliun.
Selanjutnya, kata dia adalah Kota Banjar dan Kabupaten Cirebon, masing-masing bernilai Rp539 miliar serta Rp217 miliar. “Yang kelima adalah KBB (Kabupaten Bandung Barat), yaitu Rp144 miliar,” sebutnya.
Darwisman menjelaskan, kondisi yang dialami kelima kota-kabupaten itu sebagai efek terjadinya dinamika global yang menyebabkan kemampuan pada debitur, baik individual maupun dunia usaha, menjadi sedikit lemah.
Ada beberapa sektor yang rasio NPL atau kredit macetnya mengalami kondisi yang kurang baik. Yakni, ucapnya, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), multiguna, perdagangan skala besar, industri pengolahan, non-lapangan usaha, dan transportasi.
Namun, secara umum, Darwisman mengklaim bahwa pada April 2025, perbankan Jabar menunjukkan pergerakan positif.
Tentunya, meski ada lima kota-kabupaten yang nominal kredit macetnya masif, secara kumulatif, penyaluran pembiayaan perbankan di Bumi Parahyangan tetap menggeliat.
Pada April 2025, sahutnya, posisi penyaluran kredit bernilai Rp651,99 triliun, lebih banyak 3,85 persen dari pada periode sama 2024, yang angkanya Rp627,86 triliun.
Perbankan umum, sambungnya, mendominasi penyaluran kredit, yakni bernilai Rp628,22 triliun. Sisanya, lanjut Darwisman, bernilai Rp23,78 triliun merupakan pembiayaan yang disalurkan Bank Perekonomian Rakyat (BPR)-Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS).
Darwisman pun menginformasikan perkembangan rasio NPL secara kumulatif. Pada April 2025, ucapnya, posisi rasio NPL perbankan di Jabar yaitu 3,93 persen.
Indikator lainnya yang menunjukkan geliat kinerja perbankan Jabar, yaitu tercermin pada bertambahnya pengelolaan Dana Pihak Ketiga (DPK).
Pada bulan keempat 2025, tambahnya, perbankan Jabar mengelola DPK yang nilainya Rp713,63 triliun, melebihi realisasi April 2024, yang angkanya Rp703,09 triliun.
“Pengelolaan DPK terbanyak oleh perbankan umum, yakni Rp619,08 triliun. Sedangkan DPK kelolaan BPR-BPRS bernominal Rp22,5 triliun.
Bukti berikutnya, imbuh dia, kekayaan perbankan Jabar pun bertambah. Acuannya, terang dia, yaii, nilai aset.
“Pada April 2025, perbankan Jabar punya aset yang bertambah 1,50 persen secara tahunan atau posisinya menjadi Rp1.018,16 triliun,” tutup Darwisman. (win)