PENTAS.TV – BANDUNG, Saat ini, cukup banyak permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan yang masih menjadi persoalan. Antara lain, berkenaan dengan persampahan, semisal limbah tekstil.

Karena itu, beberapa korporasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) punya kiat untuk menangani persoalan limbah tekstil. Satu di antaranya, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero).

Di Tatar Pasundan, tepatnya, Kota Bandung, PT PLN Persero Unit Induk Distribusi (UID) Jabar punya perhatian serius mengatasi perlombaan tekstil.

Caranya, melalui program Corporate Social Responsibility CSR atau yang kini beristilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Korporasi Merah Putih sektor ketenagalistrikan itu menyalurkan bantuan kepada Koperasi The New Factory (TNF) yang berlokasi di kawasan Cibolerang Kopo.

“Bentuk bantuannya berupa peralatan pengolahan limbah tekstil sehingga bisa lebih bermanfaat dan punya nilai tambah secara ekonomi,” tandas Sugeng Widodo, General Manager (GM) PT PLN (Persero) UID Jabar.

Melalui bagian itu, Koperasi TNF berhasil mengolah dan mereproduksi limbah tekstil menjadi produk atau komoditas yang tetap bermanfaat, sekaligus bernilai ekonomi.

Misalnya, sebut dia, mengolah dan memproduksi limbah tekstil kembali menjadi fashion, seperti topi, dompet, hanger (gantungan pakaian), termasuk busana.

Ada juga produk hasil pengolahan limbah tekstil, lanjutnya, yang menjadi benda padat seperti furniture.

Alia Sarastifa, Pimpinan Koperasi TNF, menjelaskan, terbentuknya TNF diawali oleh pandemi Covid-19 beberapa tahun silam.

Saat itu, kata wanita berjilbab ini, banyak pekerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang dirumahkan perusahaannya.

“Teman-teman yang dirumahkan perusahaannya saat Covid-19 tersebut tetap bisa berpenghasilan. Lalu, tercetuslah ide untuk mengolah limbah tekstil menjadi produk yang tetap bermanfaat dan bernilai ekonomi,” paparnya.

Selain itu, sambungnya, pihaknya berpemikiran bahwa pengolahan limbah tekstil ini juga didasari oleh keinginan pihaknya untuk melestarikan lingkungan.

Dia mengatakan, banyak limbah sampah yang menumpuk pada TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Mayoritas, pemusnahan limbah-limbah itu melalui proses pembakaran, yang asapnya bisa menimbulkan polusi udara.

Karena itulah, sekitar dua tahun silam, setelah melalui beberapa diskusi, ujarnya, akhirnya, Koperasi TNF terbentuk.

Untuk mengolah dan mendaurulang limbah-limbah itu, sahutnya, saat ini, pihaknya membutuhkan sekitar 8 ribu ton per tahun limbah tekstil.

Dalam perkembangannya, kata Alias Saras Tifa, saat ini, pihaknya memiliki jaringan pasar di beberapa wilayah Indonesia.

Untuk produk-produk daur ulang yang kembali menjadi komoditas tekstil, tukasnya, titik pemasarannya antara lain Jatim.

Sedangkan produk-produk daur ulang yang menjadi benda padat, seperti furniture atau mebel, pihaknya tidak hanya membidik pasar domestik, tetapi juga ekspor.

“Proyeksi kami, pada 2028, volume limbah tekstil yang kami olah sebanyak 30 ribu ton per tahun,” beber dia.

Target berikutnya, imbuh dia, pada 2028, pihaknya mengekspor produk mebel hasil pengolahan limbah tekstil.

“Negara tujuan yang kami jajaki Singapura dan Australia. Selain secara geografis lebih dekat, di dua negara itu, pasarnya sudah terbentuk,” tutup Alias Saras Tifa. (win/*)