PENTAS.TV – BANDUNG, Taat peraturan dan disiplin merupakan kunci utama keselamatan saat berkendara. Sayangnya, hingga kini, masih banyak pengguna jalan, baik pengendara sepeda motor maupun mobil, termasuk pejalan kaki, yang bersikap indisipliner.
Misalnya, ketika melintasi perlintasan sebidang atau beraktivitas pada area sekitar jalur kereta. Tentu saja, efeknya sangat fatal, yakni tersambar kereta.
Di Wilayah 2 Bandung, PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung mencatat, selama Januari-Juni 2025, terjadi sebanyak 33 kecelakaan kereta, baik pada perlintasan sebidang maupun area sekitar jalur kereta.
“Kecelakaan pada perlintasan sebidang sebanyak 6 kasus kendaraan menemper kereta. Sisanya, sebanyak 27 kasusnterjadi pada area sekitar jalur (kereta), berupa warga yang menemper kereta,” tandas Kuswardoyo, Manager Hubungan Masyarakat (Humas) PT KAI (Persero) Daop 2 Bandung.
Kus, sapaan akrabnya, meneruskan, apabila perbandingannya dengan selama 2024, jumlah kasus kecelakaan kereta pada semester pertama tahun ini mencapai 50 persennya.
Selama Januari-Desember 2024, sebut mantan Manager Humas PT KAI (Persero) Daop 7 Madiun itu, total, terjadi sebanyak 66 kasus kecelakaan kereta.
Terdiri atas, jelas Kus, sebanyak 16 kasus temperan antara kendaraan dan kereta pada perlintasan sebidang.
“Sisanya, 50 kasus kecelakaan temperan antara orang atau warga pada area sekitar jalur kereta,” lanjut mantan Manager Public Relations Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) tersebut.
Melihat fakta itu, Kus menyatakan, pihaknya kembali mewanti-wanti masyarakat agar mematuhi peraturan perkeretaan, yaitu Undang Undang (UU) 23/2007.
Mengacu pada UU tersebut, tuturnya, setiap pengguna jalan, baik pengendara sepeda motor dan mobil, maupun pejalan kaki, wajib memprioritaskan perjalanan kereta.
Artinya, terangnya, ketika pintu perlintasan sebidang menutup, seluruh pengguna jalan, termasuk pejalan kaki, tidak boleh menerobosnya.
Bahkan, tegasnya, ketika kereta tidak melintas pun, warga atau masyarakat tidak boleh beraktivitas pada sekitar jalur kereta.
Apabila tetap nekat membandel, misalnya menerobos perlintasan sebidang ketika palang pintu menutup atau masih beraktivitas pada area sekitar jalur kereta, Kus mengultimatum, bahwa pihaknya tidak sungkan bersikap tegas.
Selain itu, ada sanksinya. Berdasarkan UU 23/2007, bentuk sanksi bagi para pelanggar berupa pidana penjara selama 3 bulan.
“Atau, berupa denda bernilai Rp15 juta bagi setiap pelanggar,” tegas mantan Manager Humas PT KAI (Persero) Daop 3 Cirebon itu.
Pihaknya, sambung Kus, sangat menyesalkan bahwa kedisiplinan dan ketaatan masyarakat berkenaan dengan peraturan perkeretaan masih minim.
Padahal, ujarnya, pihaknya sangat kerap menyosialisasikan dan mengedukasikan keselamatan perjalanan kereta kepada masyarakat.
Selain itu, tambahnya, agar kasus-kasus kecelakaan kereta terminimalisir, pihaknya juga senantiasa berkoordinasi dengan aparat keamanan dan penegak hukum.
Antara lain, ucapnya, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Kami juga berkoordinasi dengan pemerintah kota-kabupaten, dalam hal ini Dinas Perhubungan (Dishub), termasuk aparat kewilayahan,” pungkasnya. (win)