PENTAS.TV – BANDUNG, Perkembangan ekonomi dipengaruhi berbagai faktor, baik dalam maupun luar negeri. Sebagai contoh, terjadinya kisruh Rusia-Ukraina dan Israel-Iran cukup memengaruhi perekonomian global.
Lalu, adanya aksi unjuk rasa di tanah air, yang berujung pada penjarahan rumah beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), termasuk kediaman mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, juga berrekses pada perekonomian nasional.
Meski demikian, pemerintah bersama lembaga-lembaganya terus berupaya keras agar berbagai sektor perekonomian nasional, termasuk Sektor Jasa Keuangan (SJK), tetap stabil dan menunjukkan pergerakan positif.
Lalu, seperti apa perkembangan SJK, khususnya perbankan?
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengemukakan, terjadinya beragam dinamika tersebut menyebabkan mayoritas industri perbankan merevisi rencana dan proyeksi bisnisnya.
“Perevisian RBB (Rencana Bisnis Bank) itu merupakan cara dan strategi perbankan melakukan penyesuaian perkembangan kondisi perekonomian global dan domestik,” tandas Dian Ediana Rae.
Mantan Kepala Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan (KPw) Jabar ini mengatakan, umumnya, perevisian dan penyesuaian RBB, termasuk proyeksi perbankan, terutama penyaluran kredit, bersifat lebih konservatif.
Meski demikian, tuturnya, hasil perevisian itu masih berkontribusi positif pada perekonomian nasional.
Dian Ediana Rae mengungkapkan, ada beberapa perbankan yang justru mencanangkan proyeksi dan target penyaluran kreditnya yang lebih masif.
Pria berkaca mata ini juga membeberkan performa dan kinerja penyaluran kredit perbankan selama tujuh bulan awal 2025.
Pada periode Januari-Juli 2025, secara total, kata Dian Ediana Rae, perbankan menyalurkan kredit yang secara tahunan, bertambah 7,03 persen atau menjadi Rp Rp8.043,2 triliun.
Selain itu, undisbursed loan juga bertambah menjadi 9,52 persen, lebih besar daripada periode sama 2024, yang angkanya 6,89 persen.
“Ini menjadi indikator adanya kelonggaran berkenaan dengan penarikan tarik kredit pada masa depan yang bisa dimanfaatkan debitur dalam ekspansi usaha,” paparnya.
Tidak hanya penyaluran kredit yang gacor, Dian Ediana Rae meneruskan, rasio risikonya pun atau Non-Performing Loan (NPL) perbankan, dalam posisi positif. Rata-rata, ucapnya, tidak melebihi 3 persen.
Pada sisi lain, Dian Ediana Rae menyampaikan, pada Juli 2025, seiring dengan pemangkasan suku bunga acuan BI, rata-rata, suku bunga kredit perbankan terpangkas.
“Kredit investasi, suku bunganya terpangkas 36 basis poin. Sedangkan suku bunga kredit modal kerja, berkurang 20 basis poin,” urai Dian Ediana Rae.
Prediksinya, lanjut dia, suku bunga kredit perbankan berpotensi terus berkurang. Hal itu, tukasnya, merupakan respon perbankan terhadap putusan BI yang memangkas suku bunga acuannya.
Karena itu, agar ekonomi nasional lebih bergeliat, Dia Ediana Rae menyeru kepada perbankan agar menyesuaikan suku bunga secara bertahap, sesuai perkembangan serta tidak menimbulkan persaingan tidak sehat. (win/*)