PENTAS.TV – BANDUNG, Berkembangnya teknologi digital, memang bisa berdampak positif pada berbagai aspek. Sayangnya, hal itu pun kerap dimanfaatkan segelintir pihak untuk meraup keuntungan secara ilegal.

Misalnya, aksi scam atau penipuan dan phising alias pencurian data pribadi.

Bicara soal scam, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan berapa banyak cuan masyarakat yang dikeruk para pelaku scam. Ternyata, angkanya fantastis.

Kepada media, Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, mengungkapkan, secara total, nilai kerugian finansial masyarakat akibat aksi scam yakni sekitar Rp7 triliun.

“Dana masyarakat yang kami selamatkan berkenaan dengan aksi scam yakni Rp376,8 miliar,” tandas Friderica Widyasari Dewi.

Wanita cantik ini meneruskan, selain menyelamatkan dana masyarakat Rp376,8 miliar, pihaknya juga memblokir 94.344 account number, yang terindikasi terlibat aksi scam.

Mengacu pada data The Indonesian Anti-Scam Center (IASC), tutur dia, pada periode 22 November 2024-16 Oktober 2025, pihaknya menerima pelaporan para korban scam sebanyak 299.237 pelaporan.

“Pelaporan tentang nomor rekening yang kami terima berkaitan dengan scam sebanyak 487.378 nomor rekening,* sambungnya.

Pelaporan terbanyak yang pihaknya terima, lanjut Friderica Widyasari Dewi, yakni asal Jabar. Jumlahnya, sebut dia, 61.857 pelaporan.

Terbanyak berikutnya, kata Friderica Widyasari Dewi, adalah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, sebanyak 48.165 pelaporan.

Kemudian, tukasnya, sebanyak 40.454 pelaporan aksi scam yang pihaknya terima yakni asal Jatim. Sedangkan pelaporan tentang Scam asal Jateng dan Banten, masing-masing berjumlah 332.492 serta 20.619 pelaporan.

Wanita berhijab ini menuturkan, selama November 2024-16 Oktober 2025, transaksi jual beli secara online menjadi modus para pelaku scam. Tidak tanggung-tanggung, tambahnya, kerugian masyarakat bernilai hampir Rp1 triliun, tepatnya sekitar Rp988 miliar.

Modus lainnya, sambung dia, yaitu berupa fake call atau panggilan telepon palsu yang mengatasnamakan satu pihak.

Modus ini, ujarnya, menyebabkan kerugian masyarakat yang bernilai lebih masif, yaitu Rp1,31 triliun.

“Ada juga yang bermodus penawaran kerja. Kerugian modus ini juga melebihi Rp1 triliun, yaitu Rp1,09 triliun,” bebernya.

Selain itu, tambahnya, para pelaku scam juga punya modus lainnya. Yaitu, lanjutnya, berupa penawaran kerja, yang mengeruk dana masyarakat bernilai Rp656 miliar.

“Lalu, ada juga modus pemberian hadiah dan menggunakan media sosial. Kerugian masyarakat masing-masing Rp189,91 miliar serta Rp491,13 miliar,” paparnya.

Bagaimana soal phising?

Friderica Widyasari Dewi menginformasikan, para pelakunya menggondol dana masyarakat bernominal Rp507,53 miliar.

Aksi kejahatan lainnya, imbuh dia, yaitu berupa Social Engineering atau pencurian data pribadi melalui cara memanipulasi para korban secara psiikologis. Kerugiannya, ucap dia, yaitu Rp361,26 miliar.

Model phising berikutnya, sahut Friderica Widyasari Dewi, yakni berupa Financial Technology Peer to Peer (P2P) Lending atau pinjaman online (pinjol), yang sekarang beristilah pinjaman dalam jaringan (daring) alias Pindar fiktif. Model penipuan ini, kata dia, berakibat masyarakat rugi Rp40,61 miliar.

Ada satu lagi model kejahatan digital keuangan. Yaitu, sebutnya, pengiriman Android Package Kit (APK) melalui WhatsApp Messenger. “Kerugiannya pun besar, Rp134 miliar,” ujarnya.

Karena itu, dia mewanti-wanti masyarakat agar lebih ekstra waspada dan berhati-hati. Tidak ii saja, Friderica Widyasari Dewi juga mewajibkan masyarakat agar tidak mudah tergiur iming-iming sehingga terjebak dan kemudian menjadi korban.

Demi melindungi masyarakat, Friderica Widyasari Dewi menegaskan, pihaknya berkomitmen kuat untuk terus memerangi sekaligus memberangus aksi-aksi kejahatan tersebut.

Caranya, beber dia, memperkuat dan menyempurnakan performa IASC. Jurus berikutnya, ungkap dia, yakni menangkap dan memproses para pelakunya demi tegaknya hukum di tanah air.

“Termasuk, memperkokoh sinergi dengan para aparat penegak hukum, dan memperkuat sistem keuangan melalui pengintegrasian sejumlah pihak, yakni perbankan, market place, asosiasi industri telekomunikasi, dan lainnya,” ucapnya.

Bahkan, cetus Friderica Widyasari Dewi, pihaknya segera menuntaskan sebuah sistem dalam perjanjian kerja sama.

Yaitu, kata dia, masyarakat yang menjadi korban scam, phising, atau sejenisnya, laku melaporkannya kepada IASC, otomatis setara dengan pengaduan kepolisian.

“Ini bisa mempercepat jajaran kepolisian untuk bertindak tutupnya. (win/*)