Mencermati perkembangan dalam beberapa pekan terakhir dimedia sosial, sehubungan pro dan kontra Istana Garuda di IKN, Ikatan Arsitek Indonesia [IAI] menyampaikan pernyataan terhadap apa yang sedang ramai tersebut.
IAI berharap dengan penjelasan yang akan dipaparkan bisa memberikan insight kepada masyarakat.
Perbedaan Karya Seni dengan Produk Rancangan Arsitektur
Ar. G. Budi Yulianto., IAI., AA menerangkan bahwa sebelum sampai pada pemahaman siapakah arsitek itu, perlu dicermati bersama perbedaan mendasar antara karya seni dengan produk rancangan arsitektur.
“Karya seni lebih berfokus pada ekspresi estetika dan emosional, dimana seorang seniman memiliki kebebasan dengan berbagai medium dan gaya tanpa batasan utilitas, tentu meskipun karya seorang seniman tangible, ekspresi yang dinikmati tidak bisa diukur dan sangat subjektif,”ujar BUdi, Kamis (15/Agustus/2024).
“Sedangkan produk rancangan arsitektur merupakan gabungan estetika, fungsi dan struktur, seorang arsitek harus bertanggung jawab atas rancangannya, dalam memenuhi kode/regulasi bangunan gedung yang memenuhi kriteria keselamatan, kemudahan, kenyamanan dan kesehatan. Karena rancangan arsitektur harus memenuhi kriteria-kriteria tersebut, gagasan design wajib disesuaikan, dan dalam hal ini tentu dilakukan oleh Arsitek [untuk bidang arsitektur], ” ulasnya.
Budi berharap masyarakat tidak boleh disesatkan dengan pernyataan seolah terjadi downgrading atas dasar pertimbangan pribadi apalagi statement untuk mengejar fee, atau keuntungan pribadi Arsitek. Apakah Arsitek bertanggung jawab atas estetika? Tentu, Vitruvius pada abad 1 SM, dalam De Architectura, menyampaikan Venustas [estetika] merupakan bagian dari trias vitruvius [firmitas/kekuatan, utilitas/ fungsi dan venustas/keindahan], tentu kuratorial rancangan Arsitektur, bukan karya patung atau senirupa lainnya.
Ia pun menerangkan bagaimana jika sebuah gagasan desain muncul dari seseorang yang bukan Arsitek dan sudah disetujui oleh pemberi tugas? Bisa saja sebagai sebuah gagasan, namun jika desain itu akan menjadi produk arsitektur, harus dilakukan oleh Arsitek, terutama sehubungan keandalan rancangan arsitektur tersebut.
“Pemerintah, dalam hal ini telah menerbitkan peraturan lebih mendetail dalam hal pengaturan keandalan bangunan dalam PP No.15/2021 Tentang Bangunan Gedung, PERMEN PUPR No.11/ PRT/M/2018 yang mengatur Tim Ahli Bangunan Gedung yang menetapkan tugas dan tanggung jawab TPA [Tim Profesi Ahli] dalam proses PBG [Perizinan Bangunan Gedung], selain itu Kementrian PUPR juga telah membentuk KKBG [Komite Keandalan Bangunan Gedung] yang tugas dan fungsi utamanya memastikan rancangan bangunan gedung andal, dan disiplin arsitektur serta Arsitek termasuk didalamnya. Rancangan arsitektur diuji oleh minimal 2 peraturan tersebut,” ungkapnya.
Siapakah dan Apakah Arsitek?
Menurut Ketua Umum IAI, Union Internationale des Architectes (UIA), menyatakan bahwa seorang arsitek adalah seorang profesional yang telah menyelesaikan pendidikan arsitektur dan memiliki pengalaman kerja praktik yang cukup.
Arsitek adalah profesi teregulasi/ regulated profesion yaitu profesi yang akses, praktik dan gelarnya diatur oleh Undang-undang/ peraturan pemerintah.
Undang-Undang No.6/2017 Tentang Arsitek yang kemudian masuk kedalam pasal 26 Undang-Undang No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, telah mengatur secara lugas dan tegas, siapakah itu Arsitek dan bagaimana praktik Profesi Arsitek.
Ia pun mengatakan bahwa UU No.11/2020 (UUCK) Pasal 25 ayat 1 butir (3) menyebutkan bahwa Arsitek adalah seseorang yang telah memenuhi syarat dan ditetapkan oleh Dewan untuk melakukan Praktik Arsitek, butir (6) menyebutkan Surat Tanda Registrasi Arsitek merupakan bukti tertulis bagi Arsitek untuk melakukan Praktik Arsitek , butir (14) menyebutkan Dewan Arsitek Indonesia yang selanjutnya disebut Dewan adalah dewan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi dengan tugas dan fungsi membantu Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Keprofesian Arsitek.
“Dapat disimpulkan, dalam konteks rancangan bangunan gedung, Kata Arsitek merujuk kepada seseorang yang telah memenuhi syarat untuk berpraktik Arsitek, dibuktikan dengan kepemilikan STRA [Surat Tanda Registrasi Arsitek] oleh Dewan Arsitek Indonesia, dalam konteks ini Arsitek tidak bermakna generalis,” ulasnya.
Budi mengutarakan bahwa Ikatan Arsitek Indonesia [IAI] diamanatkan oleh UU 11/2020 Pasal 28 butir (d) menyatakan bahwa tugas Organisasi Profesi adalah melakukan komunikasi, pengaturan dan promosi tentang kegiatan Praktik Arsitek, dalam konteks ini IAI tidak memiliki kewenangan untuk menentukan seseorang berhak menyandang gelar Arsitek atau tidak, kewenangannya ada pada DAI [Dewan Arsitek Indonesia]
Selain itu, sebagai bangsa yang bermartabat, hendaknya kita satu sama lain saling menghargai, pernyataan-pernyataan yang bermakna merendahkan tentu menjadi kontra produktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kehebatan desain, terutama rancangan arsitektur, tidak hanya dinyatakan dalam besaran, tidak juga bisa dinilai dari monumentalitasnya, tapi dari kemanfaatannya bagi manusia pengguna dan lingkungan sekitarnya,”tukasnya.
“Keragaman keahlian tidak perlu dilihat sebagai garis demarkasi seolah tidak ada hubungan, namun akan lebih elegan dan bermanfaat jika kita melihatnya sebagai peluang untuk saling mengisi dan berkolaborasi, tidak ada satupun manusia yang sangat hebat dalam semua bidang, konsep profesi muncul atas kebutuhan/ spesialisasi dalam berbagai bidang,” pungkas Budi.