Bandung, Pentas TV – Keluarga Rd Ema Bratakusuma sebagai pemilik Kebun Binatang Bandung akan kembali mengelola wahana wisata satwa yang menjadi legenda Kota Bandung.
Cucu Rd Ema Bratakusuma, Bisma Bratakusuma mengatakan pihaknya akan melanjutkan pelestarian kebun Binatang Bandung. Selain itu, akan mempertahankan manajemennya sehingga Kebun Binatang Bandung tetap konsisten sebagai pusat edukasi.
“Kita tahu bahwa Kebun Binatang Bandung selain pariwisata juga pusat edukasi dan menjaga ekosistem alam. Mungkin saya sebagai keturunannya akan melanjutkan manajemen wisata ini,”kata Bisma kepada wartawan di Bandung, Kamis (20/1/2022)
Bisma Bratakusuma mengatakan Langkah konkretnya untuk saat ini melakukan pembaruan terutama dari fasilitas pengunjung termasuk beberapa kandang yang sudah lama tidak direnovasi.
“Setiap tahun memang kita punya target perubahan secara berkala,”katanya
Bahkan secara bertahap pihaknya akan merenovasi beberapa kandang satwa yang ada di Kebun Binatang Bandung sesuai standar yang berlaku.
“Pada tahun 2022 ini kita juga akan memperbaiki zona Primata yang selama ini belum direnovasi. Juga kandang burung,”ungkapnya
Dia mengakui selama ini permasalahan dalam mengelola Kebun Binatang Bandung. Selain menghadapi pandemi dengan berkurangnya pengunjung juga ada perubahan di manajemen.
“Awalnya kita kelola secara pribadi. Memang sebelum 2017 kita dari keluarga mengelola secara pribadi dan melibatkan pihak lain. Tapi, ke depannya kita mencoba mengelola kembali secara utuh,”tegasnya.
Sementara itu cucu Ema Bratakusuma yang lain, yaitu Gantira Bratakusuma sangat antusias dengan pengambilalihan tersebut, karena selama ini dia termasuk sering melakukan kegiatan di bonbin.
Seperti diketahui, Kebun Binatang Bandung didirikan oleh tokoh Sunda yakni, Ema Bratakusuma juga dikenal dengan nama Gan Ema (12 Agustus 1901 1 Agustus 1984) adalah salah seorang tokoh Sunda dan Pejuang Pergerakan Nasional di Jawa Barat.
Gan Ema merupakan perjuang kemajuan kesundaan dan pergerakan nasional pada masanya. Ia juga dikenal sebagai budayawan yang memiliki keahlian pencak silat, juga dikenal sebagai politikus yang bergelut di berbagai organisasi, dikenal juga sebagai penggerak budaya Sunda, pembina generasi muda serta pendiri surat kabar. Sejak kecil Gan Ema sangat menggemari dunia jurnalistik.
Berkiprah di beberapa media pada zaman pra kemerdekaan dan setelah merdeka.
Lingkungan Tatar Parahyangan dengan kekayaan budaya dan sosialnya menjadikan Ema sosok pembelajar yang tekun. Sejak usia 9 tahun ia sudah mempelajar ilmu bela diri dari ayahnya yang memiliki perguruan Pencak silat di Ciamis.
Pada tahun 1914 ia belajar pencak kepada Bapa Enung, ahli penca aliran Cimand di Dayeuhkolot. Di Batavia, 1918-1921, ia belajar penca kepada Bang Janibi ahli aliran ‘ameng pukulan’ dan kepada Bang Sabeni ahli aliran ‘ameng Sabeni’. Dan kecintaaannya pada dunia Sunda membawa Ema mengembara lebih jauh seiring perjuangan zaman melawan kolonialisme di Nusantara.
Bersama rekannya Raden Tubagus Umay Martakusumah, Ema kemudian mendirikan perkumpulan seni budaya Sekar Pakuan pada tahun 1933.
Keseriusan Ema pada budaya Kasundaan ditempa dengan penguasaan beberapa aliran penca lainnya seperti ‘ameng Cikalong’, ‘ameng Sabandar’, ‘ameng Suliwa’, dan ‘ameng timbangan’ dari ahli-ahli pencak di Provinsi Pasundan atau Jawa Barat.
Di kalangan perguruan pencak ia dikenal dengan sebutan Gan Ema (singkatan dari Juragan) dan kemudian dipandang sebagai tokoh bahkan sesepuh pencak di Jawa Barat sampai akhir hayatnya.
Pada sosok Gan Ema, kependekaran merupakan bagian integral dari kerja kebudayaan yang berjangkauan luas dan ditandai dengan integritas yang terpuji dan kemandirian seiring waktu.
Pada dunia kependekaran, Gan Ema adalah seorang tokoh Bandung yang sangat terkenal dalam membawa maenpo dari Cianjur ke Bandung. Puncaknya, tahun 1957, bersama-sama tokoh pencak lainnya Ema mendeklarasikan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI) dan ia menjadi penasihat organisasi tersebut.
Dalam dunia politik ia berguru kepada Dr.Ernest Franois Eugne Douwes Dekker, bersamaDarnasukumah,Bakri Suraatmaja, danGatot Mangkuprajadi Bandung. Pada tahun 1949-1950 ia mulai berkiprah di Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bandung.
Ema, dalam pandangan politiknya,
(1) ingin memajukan bangsanya karena cinta akan tanah air yang dimulai dan diutamakan dari tingkat bawah berdasarkan kebudayaan (suku bangsa dan daerah: Sunda),
(2) ingin memerdekakan bangsanya dari belenggu penjajahan melalui persiapan rakyat harus berani bertarung secara individual dan atau kelompok,
(3) bentuk negara yang sesuai bagi Indonesia merdeka adalah federasi atau otonomi yang luas, karena sesuai dengan kodrat masyarakat dan geografi Indonesia.
Untuk mencapai pandangan tersebut ditempuhlah program pendidikan, pers, dan pencak.
Meskipun demikian, jiwa ke-jurnalistik-annya pun masih tetap membara, pada tahun 1956 bersamaSutisna Senjaya,Supyan Iskandar, danOtong Kosasih, ia mendirikan surat kabarKalawarta Kujang. Media ini didirikan demi menunjang perjuangan Sunda dan Partai Gerakan Pilihan Sunda pada saat itu.
Selain itu, pemikiran Ema pada pentingnya pelestarian lingkungan hidup serta visi yang begitu panjang untuk kepentingan paru-paru kota Bandung yang manfaatnya bisa kita rasakan hingga saat ini, di mana saat ini pepohonan rindang di dalam kota Bandung hampir tidak tersisa, adalah melalui pendirian Yayasan Margasatwa Tamansari(YMT) atau yang lebih dikenal sebagaiKebun Binatang Bandung, yang dia ambil alih melalui tenaga, pemikiran dan seluruh harta kekayaan dia dari Bandungse Zoological Park(BZP).
Selain sebagai sarana hiburan rakyat yang terjangkau, ikut berperan serta dalam pelestarian hewan-hewan dan tumbuhan langka, YMT sesungguhnya juga adalah situs sejarah perjuangan orang Sunda yang tidak terekspos, karena YMT adalah juga sebagai sarana untuk mengumpulkan para pejuang Sunda.