Pentas TV – Bandung, Aula Universitas Islam Bandung (Unisba) menjadi saksi semangat anak-anak usia dini saat mereka mementaskan drama “Timun Mas”, Sabtu (21/6/2025).
Pentas seni tahunan ini bukan sekadar pertunjukan biasa, tetapi medium pembelajaran nilai-nilai karakter, budaya, dan spiritualitas sejak usia dini.
Tujuh siswa TK-B dilepas untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat sekolah dasar, diiringi penampilan kolosal dari seluruh jenjang, mulai dari Baby A hingga TK A.
Drama “Timun Mas” dipilih sebagai naskah utama, namun disajikan dengan pendekatan yang lebih kontekstual dan sarat nilai Islami.
Menurut Astri, membimbing anak-anak tampil di atas panggung membutuhkan pendekatan kreatif dan kesabaran.
“Tantangannya banyak banget. Anak kecil itu mood-nya naik turun. Kita harus bisa bujuk mereka. Tapi kami percaya, ini bagian dari proses belajar untuk tidak menyerah,” katanya.
Lebih dari sekadar hiburan, pentas ini juga menjadi cermin bagaimana nilai cerita hidup dalam keseharian anak-anak. “Ada anak yang menasihati temannya, ‘Kamu enggak boleh jahat kayak raksasa’, atau ‘Kita harus salat dulu’. Itu tandanya mereka memahami pesan cerita,” ucap Astri.
Shafanissa Alifia Shafira, ketua pelaksana kegiatan, menambahkan bahwa pendekatan pendidikan di Unisba Preschool memang memadukan pembelajaran formal dengan nilai-nilai agama.
“Kalau Ramadan, kita latih mereka untuk puasa. Salat juga dibiasakan, begitu juga mengaji. Jadi ketika kami sisipkan dalam drama, mereka sudah familier. Pentas ini menjadi medium penyampaian yang menyenangkan,” tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa latihan dimulai sejak tiga bulan lalu agar proses tidak membebani anak-anak. “Intinya kami ingin mereka belajar kerja sama, manajemen waktu, dan membangun keberanian tampil.” katanya.
Lebih dari itu, ia berharap pengalaman ini menjadi fondasi penting dalam tumbuh kembang anak. “Berani tampil di depan umum sejak kecil itu penting. Dulu banyak yang pemalu, tapi hari ini kita lihat mereka berani, ekspresif, dan ceria,” katanya.
Di balik panggung, ada lebih dari 30 guru dan staf yang terlibat aktif, membuktikan bahwa pendidikan karakter memang dimulai dari kolaborasi bersama. (gih)