PENTAS.TV – BANDUNG, Pada era kepemimpinan Presiden Republik Indonesia 2024-2029, Prabowo Subianto, pemerintah bertekad menjadikan Indonesia sebagai negara yang swasembada pangan.
Karenanya, melalui Kementerian Pertanian (Kementan), pemerintah menginstruksikan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum) Bulog untuk menyerap beras atau gabah kering setara beras sebanyak 3 juta ton selama 2025.
Realisasinya, berdasarkan informasi Kementan, berkat beragam upaya yang agresif, saat ini, volume penyerapan oleh Perum Bulog sebanyak 2,7 juta ton.
Tentunya, hal itu menambah stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP), yang volumenya melebihi 4 juta ton.
Ironisnya, ketika stok beras berlimpah, harga beras justru tetap mahal. Lalu, apa yang menjadi biang kerok mahalnya harga beras?
Melansir beberapa sumber, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan, ada faktor yang menyebabkan harga beras masih mahal meski stok beras nasional begitu banyak.
Bapanas menjelaskan, masih mahalnya harga beras karena Harga Gabah Kering Panen (GKP) pada level petani melebihi Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Berdasarkan daftar harga Panel Harga Pangan (PHP), saat ini, posisi harga GKP yakni Rp6.733 per kilo gram.
Sedangkan HPP yang ditetapkan pemerintah bernominal Rp6.500 per kilo gram. Artinya, harga GKP level petani lebih mahal 3,58 persen daripada HPP.
Mengutip akun YouTube Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), mahalnya harga beras pun diakui Badan Pusat Statistik (BPS).
Amalia Adininggar, Kepala BPS, mengemukakan, pada pekan keempat Juni 2025, pergerakan harga beras yang menjadi lebih mahal tersebut terjadi di 163 kota-kabupaten.
BPS mendata bahwa secara rata-rata, di wilayah Zona 1 yang meliputi Sumatera , Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan seluruh Sulawesi, yakni Rp14.211 per kilo atau lebih mahal 1,32 persen daripada pekan keempat Mei 2025.
Di wilayah Zona 2, yang terdiri atas Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bangka-Belitung, Bengkulu, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan seluruh Kalimantan. harga beras pada pekan keempat Juni 2025, rata-rata bernilai Rp15.293 per kilo gram atau lebih mahal 0,48 persen daripada pekan terakhir Mei 2025.
Perubahan harga beras menjadi lebih mahal pun dialami masyarakat yang tinggal di wilayah Zona 3, yakni Maluku, Maluku Utara, dan seluruh Papua.
Pada pekan pamungkas Juni 2025, harga beras di wilayah Zona 3 lebih mahal 0,82 persen daripada pekan keempat Mei 2025, atau rata-rata menjadi Rp 19.798/kg.
Karena itu, agar kebutuhan pangan, khususnya komoditas beras terpenuhi, pemerintah melakukan intervensi. Caranya, menggulirkan Program Bantuan Pangan.
Dalam program ini, setiap penerima bantuan, yang jumlahnya sebanyak 18,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), berhak memperoleh pasokan 20 kilo gram beras selama dua bulan, yakni Juni-Juli 2025.
Selain agenda Bantuan Pangan, pemerintah pun bersiap mengaktifkan program perberasan lainnya, yaitu Beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).Tujuannya, mengendalikan perubahan harga beras pada level konsumen. (win/*)