PENTAS.TV-BANDUNG, 1 November 2025 – Ketergantungan impor pangan yang kian mengkhawatirkan menginisiasi lahirnya gerakan budaya pangan, Indonesia Locavore Society (ILS) di Bandung, Sabtu (1/11/2015).
Syarif Bastaman, Pembina sekaligus Inisiator ILS, mengatakan, data Januari-Agustus 2025 mencatat impor pangan sudah masuk indikasi tren mengkhawatirkan.
“Impor beras sekitar 3,05 juta ton atau naik sekitar 92% dibanding tahun sebelumnya, mencerminkan kegagalan pencapaian swasembada. Gandum mencapai 8,43 juta ton, juga menandakan ketergantungan total terhadap bahan baku tepung dan mie impor,” katanya di sela-sela kegiatan.
Menurut dia, impor kedelai sebagai bahan baku makanan favorit masyarakat yakni tahu tempe juga diperkirakan melonjak hingga mencapai 2,05 juta ton. Demikian juga dengan gula dengan 3,38 juta ton.
“ILS kami dirikan selain untuk memulai kedaulatan dari keseharian di meja makan.
Juga agar Indonesia bisa menghemat devisi sebagai modal pertumbuhan ekonomi bangsa,” sambung pengusaha sumber daya alam asal Tasikmalaya ini.
ILS akan diisi pembina selain Syarif, juga oleh Erry Riana Hardjapamengkas (tokoh anti korupsi) dan Ayi Vivanda (Wakil Walikota Bandung 2003-2008). Ketua umum oleh Eep S. Maqdir, seorang aktivis agrobisnis serta ahli multimedia dengan Sekretaris Widiana Syafaat (Ketua HKTI Kab. Garut). Adapun pengawas antara lain Andri P. Kantaprawira (budayawan Sunda dan Ketua MMS) serta Dedi M. Martapraja (jurnalis senior Kompas, Kepala Biro Kompas Jabar tahun 2000-an). Turut serta pengurus yaitu komedian senior Denny Chandra Iriana sebagai salah satu pendiri P-Project.
Eep S. Maqdir mengatakan, ILS juga lahir sebagai respon pergeserab besar budaya komsumsi masyarakat dunia. Yakni munculnya kesadaran baru tentang pentingnya kembali ke akar (local food) dengan mengenali dari mana makanan kita berasal dan bagaimana ia dihasilkan.
“Locavore adalah gerakan yang mendorong manusia untuk mengonsumsi bahan pangan yang tumbuh dan diproduksi di lingkungan terdekatnya,” ungkapnya.
Menurut dia, seiring waktu,
gagasan locavore berkembang menjadi lebih dari sekadar pola makan. Ia menjadi pernyataan budaya dan etika yakni tentang tanggung jawab terhadap bumi, tentang kedaulatan pangan, dan tentang penghargaan terhadap kerja petani, peternak, serta pengrajin pangan yang menjadi tulang punggung kehidupan kita.
Syarif Bastaman mengatakan selepas pendirian, wujud nyata dilakukan dengan sejumlah rencana dengan termudah menyiapkan warung nasi terjangkau dengan bahan lokal sepenuhnya.
“Kemudian kita akan buat indeks Locavore se-Indonesia, restoran fine dining di Bali, sertifikasi pada pelaku usaha kuliner, hingga zona 120 km yakni makanan berasal dari area pertanian maksimal 120 km,” katanya. (GIH/*)














