LGBT Muncul Akibat Krisis Jatidiri

Penyakit seksual yang saat ini sedang menjadi pembicaraan hangat saat ini lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau LGBT, diketahui sudah terjadi saat manusia dalam kandungan. Hal itu pun menjadi pembahasan dalam Scientific Meeting “Quo Vadis LGB-T?” yang digelar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran di Jalan Dokter Eycman Bandung, akhir pekan lalu.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan turut ambil bagian menangani kasus LGBT tersebut. Dalam seminar ini di isi narasumber dokter berpengalaman dan mengerti di bidang ini seperti Teddy Hidayat, Ahmad Hadadi Asda Kesra KPA Jabar, Lucky Saputra, Benny AW, Mulyanusa A Ritonga, Dharmawan A Purnama, Dr. Sutardjo AW, Shelly Iskanadar, dan Ike MP Siregar. Mereka menjelaskan bagaimana LGBT bisa ada di Indonesia. Salah satunya akibat gangguan dan krisis jatidiri yang dialami penderita LGBT sendiri.

LGBT dapat timbul bukan hanya dari dampak lingkungan, tetapi saat proses pembentukan otak manusia, saat bayi masih dalam kandungan. Namun saat pembentukan otak tersebut, ada yang tidak pas dan dapat mengakibatkan perbedaan pemikiran antara jenis kelamin yang terbentuk.

Ciri dari seorang LGBT dimulai dari penampilan, dia dibentuk dengan sewajarnya dari gender sejak umur 5 sampai 6 tahun. Namun mereka akan menyadarinya ketika dewasa yang memiliki rasa ketertarikan seksual terhadap lawan jenis maupun sesama jenis.

Pihak Fakultas Kedokteran Unpad ingin memberikan pengetahuan kepada masyarakat, bahwa LGBT bukanlah penyakit menular. LGBT biasanya terbentuk dari sejak kecil.

Di dunia ini ada 10 universitas yang mendukung LGBT dan 10 universitas lainnya menolak. Sementara semua pihak di Indonesia sepakat, para penerus bangsa harus diberi pemahaman tentang gender sejak awal, agar dapat diarahkan bahwa mereka laki-laki atau perempuan sesuai jatidirinya. Agar di kemudian hari mereka tidak merasakan krisis jatidiri lagi.