
PENTAS.TV – BANDUNG, Kebiasaan buruk saat berkendara, terutama ketika melintasi perlintasan sebidang, masih cukup kerap dilakukan para pengendara, baik roda dua maupun empat.
Misalnya, saat palang pintu perlintasan menutup, masih banyak pengendara tidak menghentikan laju kendaraannya. Justru, tidak sedikit di antara pengendara yang justru tancap gas melintasi perlintasan sebidang.
Tentunya, dampak aksi ugal-ugalan dan aksi indisipliner itu bisa berakibat sangat fatal. Seperti yang terjadi di Wilayah 8 Surabaya belum lama ini.
Kuswardoyo, Manager Hubungan Masyarakat Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung, mengatakan, peristiwa di Wilayah 8 Surabaya tersebut yakni terjadinya benturan antara Commuter Line Jenggala dan sebuah truk pengangkut kayu.
Kus, sapaan akrabnya, menuturkan, saat itu, dugaannya, saat melintasi perlintasan sebidang tanpa palang pintu, pengemudi truk pengangkut kayu bukannya menghentikan laju kendaraannya, melainkan mempercepat laju kendaraannya.
Pada saat bersamaan, Commuter Line Jenggala melaju cepat. “Benturan tidak terelakan. Akibatnya, sangat fatal. Kru Commuter Line Jenggala tewas,” tandas mantan Manager Humas PT KAI (Persero) (Daop) 3 Cirebon itu.
Karena itu, Kus mewanti-wanti para pengendara agar senantiasa disiplin dan patuh regulasi saat berkendara.
“Jangan coba-coba tancap gas ketika ketika melintasi perlintasan sebidang , baik yang berpalang pintu maupun tidak,” seru mantan Manager Public Relations Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) itu.
Di wilayah kerjanya, ungkap Kus, selama Januari 2025-9 April 2025, terjadi enam kali benturan antara kendaraan dan kereta pada perlintasan sebidang.
” Selain itu, juga terjadi sebanyak 16 kasus orang yang tersambar kereta akibat nekat nenerobos perlintasan sebidang atau beraktivitas sekitar jalur kereta,” paparnya.
Padahal, lanjutnya, regulasi tentang tata tertib tatkala melintasi perlintasan sebidang sangat jelas, yakni Undang Undang (UU) 23/2007 tentang perkeretaan dan UU 22/2009 tentang Lalu Lintas.
Kedua UU itu secara tegas mewajibkan seluruh pengendara memprioritaskan perjalanan kereta ketika melintasi perlintasan sebidang. Artinya, jelas Kus, saat kereta melaju pada perlintasan sebidang, baik berpalang pintu maupun tidak, para pengendara dan pengguna jalan lainnya wajib berhenti.
Kus pun mengultimatum para pengguna jalan dan pengendara, bahwa ada sanksi bagi para pelanggar peraturan.
Mengacu pada UU 23/2007, jelas dia, Sanski bagi masyarakat yang melanggar peraturan tersebut, tidak hanya menerobos berupa pidana maksimal tiga bulan penjara atau denda maksimal Rp15 juta.
Sedangkan berdasarkan UU 22/2009, tambah Kus, sanksinya berupa pidana penjara selama tiga bulan atau denda Rp750 ribu.
Pada sisi lain, Kus menjelaskan jumlah pintu perlintasan di Wilayah 2 Bandung. Pria berperawakan sedang ini mengemukakan, hingga saat ini, di wilayah kerjanya, terdapat 363 titik perlintasan sebidang.
“Sebanyak 134 titik di antaranya berupa perlintasan sebidang berpalang pintu dan dijaga petugas alias resmi,” sebutnya.
Lalu, imbuh dia, sebanyak 190 titik lainnya berupa perlintasan sebidang yang tidak terjaga. Ada juga, sahutnya, 39 titik perlintasan sebidang tanpa palang pintu dan tidak terjaga alias liar. (win)