PENTAS.TV – BANDUNG, Sejatinya, banyak faktor yang bisa menunjang terciptanya pergerakan positif perekonomian. Antara lain, pemahaman masyarakat tentang produk-produk dan pemanfaatan Industri Jasa Keuangan (IJK).
Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tetap aktif menggeliatkan program pemerkuatan literasi dan Inklusi jasa keuangan.
Di antara sektor-sektor jasa keuangan, OJK mengklaim bahwa rasio literasi dan Inklusi keuangan yang perkembangan paling masif adalah perbankan.
Froderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, menuturkan , posisi rasio indeks literasi dan Inklusi keuangan sektor perbankan, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, masing-masing pada level 65,50 persen serta 70,65 persen.
“Mengapa rasio indeks literasi dan Inklusi keuangan sektor perbankan paling besar perkembangannya? Itu karena, mayoritas masyarakat memiliki atau menggunakan rekening perbankan. Artinya, mayoritas masyarakat memang lebih mengenal perbankan,” tandasnya.
Posisi rasio indeks literasi dan inklusi keuangan sektor perbankan pada 2025, kata dia, lebih baik daripada realisasi tahun lalu. Pada 2024, kata dia, rasio indeks literasi dan inklusi keuangan perbankan yakni 64,05 persen serta 68,88 persen.
Berbeda dengan lembaga keuangan mikro. Sektor Jasa Keuangan (SJK) ini, tuturnya, menjadi sektor IJK yang paling lelet perkembangan rasio indeks literasi dan inklusi keuangannya.
Saat ini, kata Froderica Widyasari Dewi, posisi indeks literasi dan inklusi keuangan lembaga keuangan mikro berdasarkan SNLIK 2025 yakni 9,80 persen, sedikit lebih baik daripada 2024 yaitu 9,78 persen, dan 1,20 persen, lebih rendah apabila perbandingannya dengan 2024, yakni 1,35 persen.
Bagaimana soal literasi dan inklusi keuangan sektor pegadaian?
Froderica Widyasari Dewi menginformasikan, berdasarkan SNLIK 2025, pegadaian menjadi sektor IJK yang dikenal publik setelah perbankan.
Pasalnya, mengacu pada SNLIK 2025, rasio indeks literasikeuangan sektor pegadaian juga bergerak positif. Posisinya, ungkap dia, 54,74 persen.
Sayangnya, imbuh dia, pergerakan inklusi keuangan sektor pegadaian tidak secerah literasi, yakni 8,23 persen.
Sektor berikutnya yang rasio indeks literasi keuangannya bergeliat, imbuhnya, yakni multi finance, asuransi, dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya, semisal Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Crypto, dan sebagainya.
“Level rasio indeks literasi keuangannya, masing-masing 46,66 persen, 45,45 persen, serta 42,77 persen,” sebutnya.
Sedangkan rasio indeks literasi keuangan dana pensiun, Financial Technology Fintech Peer to Peer P2P Lending alias pinjaman online (pinjol) atau kini beristilah pinjaman dalam jaringan (daring) alias pindar, dan pasar modal pada posisi 27,79 persen, 24,90 persen, serta 17,78 persen.
Untuk rasio inklusi keuangan asuransi, LJK lainnya, multi finance, dana pensiun, pindar, dan pasar modal, sahut dia, yakni 28,50 persen, 14,71 persen, 12,38 persen, 5,37 persen, 4,40 persen, serta 1,34 persen.
Masih mengacu pada SNLIK 2025, tambahnya, berdasarkan level pendidikan, kalangan masyarakat yang persentase rasio indeks iterasi dan inklusi keuangannya masih kecil yakni maksimal lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Apabila acuannya jenis pekerjaan, profesi, atau aktivitas sehari-hari, kalangan petani, nelayan, peternak, pekebun, mahasiswa atau pelajar, ibu rumah tangga, mereka yang belum bekerja dan jenis profesi lainnya, seperti wirausaha, pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN), serta purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI)-Kepolisian Republik Indonesia (Polri), merupakan yang rasio indeks literasi dan inklusi keuangannya tergolong kecil.
Melihat perkembangan tersebut, Friderica Widyasari Dewi menegaskan, pihaknya bertekad untuk terus menggeliatkan rasio indeks literasi dan inklusi keuangan tidak hanya berbasis konvensional, tetapi juga syariah.
“Hal itu sesuai dengan beberapa road map. Yaitu, road map Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen 2023-2027,” paparnya
Selain itu, sambungnya, juga selaras dengan road map pemerintah yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. (win)